Ibrahim Bin Adham Berhati Malaikat
REP | 29 June 2012 | 07:20 Dibaca: 1463 Komentar: 2 1
Ibrahim bin Adham adalah salah satu sosok
ternama dikalangan sufi, beliau lahir di Hurrasan dan wafat tahun 161
H. Mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang siapa dan seperti apa
beliau, memang dari dulu sejak saya di pesantren nama beliau sudah tidak
asing lagi di ruang dengar, karena guru saya sering menyebut nama
beliau, biasanya disaat mengkaji kitab-kitab tasawuf seperti Al-Hikam
dan semacamnya, tapi yang saya kenal dulu, beliau adalah sosok yang
senang hidup dalam kesederhanaan, jujur, santun dan juga senantiasa
membantu orang yang tidak mampu.
Sekarang, ketika beranjak dewasa, saya sering
membuka kitab tasawuf, setiap saya membaca pasti nama Ibrahim bin
Adham jarang terlewati, setelah saya mencoba menelusuri biografi
beliau ternyata beliau adalah pangeran dari Balakh, yang mempunyai
istana megah dan harta yang berlimpah, tidak seorangpun yang menandingi
kekayaan beliau saat itu.
Dengan hidup yang serba ada, harta, kekuasaan di
depan mata tidak lantas membuat beliau lalai. Bahkan beliau terkenal
dengan orang yang taat beribadah , murah hati kepada sesama terlebih
kepada faqir miskin.
Pernah suatu hari beliau ditanya, “kenapa kamu
keluar dari istana(tidak tinggal di istana) dan bekumpul dengan manusia
sederhana”. Ibrahim Bin Adham tidak langsung menjawab, beliau diam
sejenak lalu menjawab, “saya ingin memegang agamaku erat-erat dan
menaruhnya di antara dadaku, saya lari mebawa agamaku dari satu negara
ke negara yang lain, siapapun yang melihat pasti ia mengira bahwa saya
seorang pengembala atau orang gila, semuanya saya lakukan hanya untuk
menjaga agamaku dari gangguan setan yang terkutuk. Saya ingin membawa
imanku menuju keselamatan hingga menemui ajal”.
Saya sempat berpikir, adakah sosok yang seperti
beliau sekarang, yang rela keluar dari kemegahan dunia menuju kehidupan
yang serba sederhana hanya untuk menjaga iman agar tetap terpelihara.
Ibrahim bin Adham lebih memilih hidup sederhana dan mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga beliau meninggal.
Diantara Perkataan Ibrahim Bin Adham Az-Zahid.
Seseorang tidak akan bisa sampai kederajat “shalihin” kecuali mampu menahan enam cobaan:
1: Ditutupnya pintu ni’mat dan dibukanya pintu kesulitan
2: Dikuncinya pintu kemuliaan, dan dibukanya pintu kehinaan
3: Ditutupnya pintu santai dan dibentangkan pintu perjuangan atau lelah
4: Dikuncinya kesempatan tidur, dan dilebarkan kesempatan bangun tengah malam
5: Ditutupnya pintu kekayaan dan dibukanya pintu kemelaratan
6: Dikuncinya pintu angan-angan, dan dibukanya pintu persiapan untuk menyambut kematian
No comments:
Post a Comment