Seorang Wali Allah menceritakan, “Satu ketika pada musim yang sangat
panas aku pergi haji, tatkala aku tiba di padang pasir Hijaz Tengah, aku
telah terpisah dari kafilahku dan tersesat dijalan, aku tertidur.
Ketika aku bangun, aku melihat seseorang tidak jauh dari situ, aku
berlari kearahnya. Dia adalah seorang yang masih sangat muda yang
janggutnyapun belum tumbuh. Dia adalah seorang remaja yang sangat
tampan. Ketika aku memberi salam kepadanya, dia menjawab, “Wa’alaikumus
salam, wahai Ibrahim.” Ketika Ia menyebut namaku, aku sangat bingung dan
heran. Aku pun bertanya kepadanya, “Anak muda yang kuhormati, bagaimana
engkau tahu namaku?”
Dia menjawab, “Sejak aku memperoleh Ilmu Allah ( Ma’arifat), aku
tidak jahil dan sejak aku bersama-sama dengan-Nya aku tidak pernah
meninggalkan-Nya.”
Aku bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu kemari dalam keadaan padang pasir sangat panas begini?
Dia menjawab, “Wahai Ibrahim, selain Dia aku tidak mencintai
siapapun, tidak pula aku jadikan sebagai kawan dan sahabatku. Sekarang
aku sepenuhnya menghadap-Nya dan hanya Dia yang aku pikirkan dan Dialah
yang layak untuk disembah.
Aku bertanya, “dari mana datangnya makanan dan minumanmu?”
Dia menjawab, “Kekasihku telah menjaminnya.”
Aku berkata, “Demi Allah, aku takut kebinasaan menimpamu dalam keadaan seperti ini.”
Kemudian matanya digenangi air mata yang nampak bagaikan mutiara
tatkala air mata itu membasahi pipinya. Dia berkata, “Siapakah yang
dapat menakutkan aku dengan kebinasaan di padang pasir ini maupun mara
bahayanya. Sedangkan aku mengembara kesini kearah cintaku yang pada-Nya
terletak keyakinanku? Cintaku kepada-Nya menjadikan aku resah dan
kerinduanku telah membuatku berjalan kedepan.’
Siapa yang mencintai Allah, maka Ia tidak akan takut kepada siapapun.
Apabila kepedihan lapar benar-benar tiba, aku mengisi diriku dengan
dzikir (mengingat-Nya). Dan tatkala aku melagukan puji-pujian-Nya, tidak
ada dahaga yang dapat menyentuhku. Dan apabila aku lemah, cinta-Nya
akan membawaku dari hijaz ke Khurasan. Jadi janganlah menuduh atas
kemudaanku, karena apa yang akan terjadi telah datang.”
Aku bertanya, “Demi Allah, berapakah usiamu yang sebenarnya?”
Dia menjawab, “Sesungguhnya anda telah diberi janji oleh seseorang
yang sesungguhnya orang tersebut sangat tinggi kedudukannya dalam
pandanganku. Usiaku dua belas tahun. Wahai Ibrahim, mengapa anda
bertanya tentang usiaku?”
Aku menjawab, “aku bertanya demikian, karena kata-katamu sungguh menakjubkan dan mempesonakanku.”
Dia berkata, “Segala Puji bagi Allah yang telah mengaruniakan
nikmat-nikmat yang besar, dan melalui nikmat-nikmat-Nya yang khusus, dia
telah menjadikan sebagian hamba-Nya lebih tinggi derajatnya daripada
yang lain.”
Selanjutnya Ibrahim rah.a. berkata, “Kata-kata indah dan penuh hikmah
yang diucapkan oleh anak muda yang sangat tampan dan mulia ini sungguh
menakjubkan aku.” Aku pun berkata, “Segala puji bagi Allah, betapa
indahnya makhluk yang diciptakan-Nya.” Untuk seketika dia menundukkan
kepalanya. Kemudian Ia mengangkat wajahnya, lalu memperhatikanku dengan
sungguh-sungguh dan membaca rangkaian kalimat berikut ini,
“Jika aku masuk neraka, maka aku akan binasa. Jadi apakah gunanya
keceriaan dan keindahanku, kalau nilai-nilai baik zahiriyahku menjadi
sebab tinggalnya aku dalam azab dan neraka. Dalam keadaan memekik dan
meraung aku akan mendiami neraka. Dan Allah berfirman, ‘Wahai kamu hamba
yang sangat buruk! Terhadap-Ku kamu berdosa dan tehadap-Ku kamu
menentang.perintah-Ku disia-siakan dan perjanjian-Ku kamu lupakan. Dan
begitu juga kamu melupakan pertemuanmu dengan-Ku.”
Dia meneruskan:
“Wahai Ibrahim, kamu akan lihat pada hari itu ketika wajah-wajah
orang yang shaleh akan berseri bersinar seumpama bulan purnama, ketika
Allah akan mengangkat dari diri-Nya tirai cahaya. Kemudian orang yang
taat akan tertegun kaku di dalam ketakjuban yang tidak ada nikmat yang
dapat memberikan kegembiraan pada saat itu. Kemudian barulah Allah
menutupi orang-orang yang taat itu dengan kegembiraan, sementara
wajah-wajah mereka akan bersinar-sinar penuh kegembiraan.”
Kemudian Dia berkta:
“Sungguh tersingkir dia yang terpisah dari rekan-rekan, dan siapa saja yang beserta Tuhannya sungguh dia beruntung.
Kemudian dia berkata kepadaku, “Wahai Ibrahim, apakah tuan tertinggal
di belakang setelah kehilangan sahabat-sahabat sepengembaraan?” aku
menjawab, “Ya, aku tertinggal di belakang. Aku mohon engkau berdo’a
untukku, supaya aku dapat bertemu kembali dengan kawan-kawanku.”
Dia menghadapkan wajahnya ke langit dan dengan lembutnya membisikkan
beberapa kata seolah-olah berdo’a. tiba-tiba aku merasa mengantuk atau
pun sesuatu keadaan tidak sadar menguasaiku. Ketika aku kembali membuka
mataku, tiba-tiba aku berada diatas untaku berjalan di tengah
kawan-kawanku dalam kafilah. Aku mendengar sahabatku berkata kepadaku,
“Jaga dan berhati-hatilah supaya kamu tidak jauh dari untamu.” Tidak
terdapat tanda-tanda kehadiran anak muda tersebut. Ketika kami memasuki
Makkah, aku lihat dia bergantung pada kain ka’bah sambil membaca
ungkapan kalimat berikut ini:
“Aku telah datang untuk menziarahi rumah ini dan gembira sekali
memegang kain ka’bah.” Tetapi rahasia dan perkataan mendalam yang
terdapat dalam hati hanyalah Engkau yang mengetahuinya. Aku datang
dengan berjalan kaki, tanpa kendaraan, walaupun didalam kemudaanku aku
sedang jatuh cinta. Sejak bayi ketika aku belum mengerti arti inta,
namun cintaku kepada-Mu telah melimpah. Dan ketika mereka memarahiku
karena cinta itu, maka biarkanlah aku sebagai bayi didalam bercinta,
Tuhan ketika maut mengunjungiku, tentukan bahwa aku bersama-Mu.
Kemudian dia turun untuk sujud dengan penuh gembira dan berada dalam
keadaan demikian untuk waktu yang sangat panjang sedangkan aku
melihatnya. Setelah beberapa lama aku pergi kepadanya,
menggoncang-goncangkan badannya dan dengan terperanjat aku dapati dia
telah meninggal dunia.
Ibrahim rah.a. berkata, “Dengan kematiannya aku merasa sangat berduka
cita. Aku bergegas ke rumahku untuk mengambil sehelai kain kafan
ditemani dua orang pembantu untuk menolongku mengebumikannya. Ketika aku
tiba ditempat jenazahnya yang aku tinggalkan, aku tidak menemukan
sesuatu pun disitu. Aku bertanya-tanya, tetapi tidak seorang haji pun
yang dapat memberitahuku. Akhirnya aku mengetahui bahwa Allah telah
menyembunyikan jasadnya dari pandangan manusia. Aku pun kembali kerumah
dan ketika aku tertidur, aku bermimpi. Di dalam mimpiku aku melihat dia
sedang berada dihadapan kerumunan orang yang sangat banyak. Dia begitu
gagah dan tampan berseri-seri seumpama bulan purnama.”
Aku bertanya kepadanya, “Bukankah kamu telah mati?”
Dia menjawab, “Ya, sesungguhnya aku telah mati.”
Aku berkata, “Aku telah mencari mayatmu, supaya aku dapat mengafani dan mengebumikanmu, tetapi aku tidak menemukannya.”
Dia menjawab, “Wahai Ibrahim, aku telah dikafani dan dikebumikan
oleh-Nya yang telah membawa keluar dari tempat lahirku, menjadikan aku
mencintai-Nya dan memisahkan aku dari keluargaku yang dikasihi. Dan Dia
telah menjadikan aku tidak menghendaki pertolongan siapa pun.”
Aku bertanya, “Dan apa yang telah Allah lakukan kepadamu?”
Dia menjawab, “sesungguhnya Allah membawaku kehadapan-Nya dan bertanya apakah yang aku inginkan.”
Aku menjawab, “Engkaulah tujuan pencarianku.” Kemudian Allah
berfirman, “Sesungguhnya kamu adalah hamba-Ku yang sejati dan tidak ada
sesuatu pun yang dapat menghalangimu dari memperoleh apa yang kamu
inginkan. Mintalah! Niscaya Aku berikan kepadamu.” Aku menjawab, “Wahai
Allah, aku ingin supaya Engkau menerima syafaatku bagi setiap orang yang
hidup pada saat ini.” Allah mengaruniakanku dengan-Nya.”
Ibrahim rah.a. berkata, “Kemudian anak muda ini dala mimpiku
meninggalkan aku dan menjabat tanganku hingga aku pun terbangun. Aku
menyempurnakan hajiku tetapi tidak dapat melupakan anak muda itu dari
pikiranku. Apabila aku mengingatnya, aku sangat gelisah. Dalam keadaan
pikiran yang masih demikian, kafilah membawaku pulang ke kampung
halamanku. Sepanjang perjalanan, sahabat-sahabatku selalu bertanya
kepadaku, “Wahai Ibrahim, kami takjub dan heran dengan bau harum
semerbak yang datang dari tanganmu.”
Dikatakan dalam suatu riwayat yang menceritakan kisah ini, bahwa
tangan Ibrahim terus harum semerbak hingga meninggalnya. (Raudhur
Riyahin)
(Disadur dari buku Fadhilah Haji, karya Maulana Muhammad Zakariyya Alkandhalawi rah.a. ; 2003, 280-284). Sumber foto: net.
No comments:
Post a Comment